Serba-serbi

Kesetiaan  Pada "daun cinta" Bisa Membawa Berkah

"Kesetiaan Hari pada daun cinta (philo berarti cinta dalam bahasa Yunani, red) berawal dari keyakinan bahwa daya beli konsumen berbeda-beda. ‘Tidak semua orang mampu membeli anthurium dan aglaonema yang berharga mahal,’ ujarnya. Oleh sebab itulah Hari membidik pasar konsumen yang mendambakan tanaman hias bersosok cantik tetapi harganya terjangkau."
Saat orang-orang tengah dibuai laba anthurium, Hari Harjanto malah getol mengebunkan philodendron. Meski demikian, bukan berarti nurserinya di bilangan Depok sepi dari pesanan. Setidaknya 1.500-2.000 pot philodendron berdaun 5-7 helai terjual setiap bulan. Dengan harga jual Rp25.000/pot, ia meraup omzet Rp37,5-juta-Rp50-juta/bulan. Dari jumlah yang terjual itu sekitar 700-1.000 pot di antaranya jenis black cardinal. Sisanya jenis lain seperti moonlight, sunlight, dan jenis-jenis orange. Seluruh pasokan philodendron adalah hasil perbanyakan sendiri dari 4.000 indukan yang dipelihara sejak 2 tahun terakhir. Itulah sebabnya laba yang diperoleh cukup besar karena Hari mampu menekan biaya produksi hanya Rp7.000/pot. Berarti ia mengutip keuntungan Rp18.000/pot. Total laba bersih yang diperoleh mencapai Rp27-juta- Rp36-juta/bulan.
Kesetiaan Hari pada daun cinta (philo berarti cinta dalam bahasa Yunani, red) berawal dari keyakinan bahwa daya beli konsumen berbeda-beda. ‘Tidak semua orang mampu membeli anthurium dan aglaonema yang berharga mahal,’ ujarnya. Oleh sebab itulah Hari membidik pasar konsumen yang mendambakan tanaman hias bersosok cantik tetapi harganya terjangkau.
Cantik
Philodendron salah satu jenis tanaman hias yang memenuhi kriteria itu. Meski tak semahal kerabatnya, aglaonema, toh penampilannya tak kalah menarik. Black cardinal misalnya. Jenis yang berasal dari Amerika Selatan itu memiliki daun berwarna marun kecokelatan. Konsumen menyukai jenis ini karena tak seperti jenis lain yang melulu berwarna hijau.
Yang tak kalah menawan superred. Disebut demikian karena batang daunnya berwarna merah. Daun muda yang muncul hampir setiap bulan berwarna merah terang. Konsumen pun tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk memilikinya. Cukup mengeluarkan uang Rp40.000-Rp75.000 untuk menebus sepot philo berdaun 5-7 helai. Tak perlu waktu lama untuk menunggu hingga tanaman muda itu bersosok rimbun. ‘Enam bulan kemudian sosok tanaman sudah bagus,’ ujar Handhi, pekebun di Tangerang.
Bentuk daun philodendron juga sangat beragam. Beberapa di antaranya ada yang berdaun menjari sehingga dinamakan philo jari. Harganya pun tak terpaut jauh dengan kedua jenis yang disebut sebelumnya yaitu Rp100.000-Rp125.000/pot dengan jumlah daun sama. Jenis lainnya yang berdaun unik adalah philo katak. Batang daunnya menggelembung. Yoe Kok Siong, pekebun philodendron di Kaliurang, Yogyakarta, menjual jenis ini dengan harga Rp500.000/daun untuk yang berukuran 50 cm.
Ajek
‘Walaupun tidak pernah tren, pasar philodendron tetap ada,’ ujar Sulisdianto. Tingkat penjualan relatif stabil. Begitu juga saat anthurium sedang ramai-ramainya. Bahkan ketika aglaonema dan sansevieria tengah bangkit, penjualan philo tetap laju. Karena itulah ia selalu ‘menyelipkan’ philodendron di antara aneka tanaman hias yang ia jajakan di Tulungagung, Jawa Timur. Pemilik nurseri Exotica Garden itu rata-rata menjual 50 pot black cardinal berdaun 5-7 helai setiap bulan. Dengan harga jual Rp75.000/pot, Sulis meraup omzet Rp3,75-juta/bulan. Jumlah itu menyumbang 5-10% dari total omzet penjualan.
Hal yang sama dialami Surono dari nurseri Bullion 99 di Yogyakarta. ‘Harga dan permintaan tergolong ajek,’ katanya. Tingkat penjualan rata-rata 100 pot/bulan dengan kisaran harga Rp25.000-Rp150.000/pot. Jenis-jenis yang paling banyak diminati black cardinal, orange juice, princess, dan red cherry. Kerabat anthurium itu menyumbang 10% dari total omzet setiap bulan.
Pada Trubus Agro Expo 2008 di Parkir Timur Senayan, Jakarta Pusat, philodendron salah satu tanaman hias yang diminati pengunjung di tengah membanjirnya aglaonema dan sansevieria. Wartawan Trubus Imam Wiguna menyaksikan seorang ibu rumahtangga memborong 3 superred di stan nurseri Rumah Pohon. Menurut Handhi, sang pemilik, hingga hari ke-8 pameran setidaknya 100 pot superred ludes diborong konsumen. Dengan harga jual Rp40.000/pot, pria bertubuh tambun itu meraup omzet Rp4-juta. Di luar pameran Handhi menjual rata-rata 500 pot/bulan.
Kuda hitam
Kondisi pasar philodendron yang stabil menjadi alasan beberapa pebisnis tanaman hias untuk tetap menjajakan komoditas itu. Para pemilik nurseri menjadikan daun cinta sebagai ‘kuda hitam’. Meski bukan komoditas andalan, philodendron tetap menyumbang omzet penjualan. Karena itulah permintaan kerabat caladium itu belakangan terus meningkat. Hal itu menjadi berkah bagi para importir maupun pekebun.
‘Permintaan philo 5 bulan terakhir meningkat hingga 30%,’ ujar Freddy Wijanto. Untuk memenuhi permintaan, pemilik nurseri Millenium di Bumi Serpong Damai itu tak segan-segan mendatangkan pohon cinta secara besar-besaran dari Thailand pada penghujung 2007. ‘Waktu itu saya datangkan 8.000 anakan, terjual 5.000 dalam waktu 3 bulan,’ katanya. Sebanyak 3.000 tanaman ia sisihkan untuk perbanyakan.
Kenaikan permintaan juga dialami Jaya Suhartono. ‘Permintaan meningkat 3 kali lipat setelah pameran di Lapangan Banteng pada Agustus 2007,’ katanya. Sejak itu rata-rata penjualan 1.500-2.000 pot/bulan. Padahal, sebelumnya hanya 500 pot. Oleh sebab itu, Jaya yang sebelumnya pegawai di salah satu nurseri di Jakarta itu kini membuka nuseri sendiri. Philo mendominasi hingga 70% dari total tanaman hias yang diperdagangkan.
Sudah 2 bulan terakhir ini Jaya tidak meladeni permintaan pelanggan. ‘Saya fokus memperbanyak dulu,’ kata Jaya. Saat ini baru terkumpul 1.000 tanaman. Ia baru akan melepas ke pasaran bila stoknya mencapai 3.000-4.000 tanaman.
Gairah pekebun untuk memperbanyak philodendron 2 tahun belakangan itu dipicu 2 hal. ‘Perbanyakan mudah dan aman,’ ujar Freddy. Disebut aman karena luput dari incaran pencuri. Hari menambahkan harga yang ril sebagai daya tarik. ‘Jadi gampang menghitung dan memprediksi laba: harga jual diambil biaya produksi,’ katanya.
Harga jual philodendron juga tidak mengalami fluktuasi tajam. ‘Philo itu tanaman yang sudah mendunia dan harganya standar,’ kata Handhi. Jadi sangat sulit mendongkrak harga, kecuali pasokannya benar-benar terbatas. Namun, hal itu tidak mungkin terjadi karena tanaman itu mudah diperbanyak. ‘Di Thailand philo diperbanyak dengan kultur jaringan,’ ujarnya. Bandingkan dengan komoditas lain. Pekebun mesti pasang mata setiap saat untuk memantau pergerakan harga. Kerap kali pekebun bisa menjual tetapi tak mampu membeli lagi. (Imam Wiguna/Peliput: Argohartono A Raharjo, Destika Cahyana, dan Nesia Artdiyasa)
Dari trubus-online.co.id